Wednesday, January 18, 2012

Belajar Paragraf Pembuka Suatu Cerpen

Kita semua tentu tahu, bahwa paragraf
pembuka suatu cerpen harus menarik, membuat penasaran, dan memancing pembacanya untuk melanjutkan membaca cerpen kita. Bahkan saya sudah hapal di luar kepala sejak lama. Tetapi sekedar tahu saja ternyata jauh dari cukup. Buktinya saya sering terpeleset dan terjatuh di kalimat yang merupakan etalase dari sebuah cerpen tersebut.
Urusan menulis cerpen yang rancak ternyata tidak semudah membalikan telapak tangan. Selain harus menampilkan paragraf pembuka yang aduhai dan seksi. Kita juga harus menampilkan cerita yang isi dan penuturannya eye chatching. Kemudian ditutup dengan ending yang mulus tidak terkesan ngos-ngosan.
Kelemahan cerpenis pemula adalah kesan terburu-buru seperti dikejar-kejar Herder, dan ngos-ngosan seperti berlari sejauh 10 km. Betapa tidak ngos-ngosan kalau cerpen umumnya panjang karakter sekitar 10 ribu, atau banyaknya kata sekitar 1500.
Membuat cerpen sepanjang 7000 karakter saja saya sudah megap-megap hampir semaput, hehehehe, proses…proses…
Selanjutnya perlu ada pembaca awal cerpen kita yang bisa jujur mengapresiasi cerpen kita sebelum diflorkan ke khalayak yang lebih luas.
Biasanya sahabat lebih kita terima kritiknya dari pada orang lain yang belum lama kita kenal.
Sebagai contoh, saya kerap meminta pendapat Kang Lejar mengenai cerpen saya, meskipun kritiknya kadang diluar keinginan saya, tapi itu sebenarnya mencerminkan cerpen yang saya buat. Saya lebih bisa menerimanya.

Lantas bagaimana agar cerpen yang kita buat semakin catchy dan menarik hati membuat jatuh hati yang membacanya. Ada dua hal yang menurut saya wajib dilakukan oleh cerpenis pemula macam saya ini :

1. Terus menulis cerpen, jangan berhenti!
Lho katanya mau menjadi cerpenis kok jarang menulis cerpen? Apa kata dunia! Saya pernah setiap hari menulis cerpen tanpa henti selama sekitar dua minggu lebih. Setiap hari berusaha menemukan ide. Saat naik kendaraan dan melihat seorang gadis cantik, jadilah cerpen berjudul "Gadis Penyapu Halaman", hahahaha…

2. Membaca dan mempelajari cerpen penulis lain yang oke punya.
Dengan membaca cerpen penulis lain, kita akan tahu bagaimana cerpen yang baik. Saya hampir tak pernah melewatkan cerpen minggu koran Kompas. Sepertinya cerpen-cerpennya sederhana saja, namun saat membuat sendiri, wah susahnya minta ampyun. Proses…proses…

3. Bonus : JANGAN MERASA TELAH SEMPURNA BERKARYA!
Nah yang ketiga ini untuk bonus. Jika karya kita telah berhasil menembus media atau memenangkan lomba dan lain sebagainya.
Janganlah cepat puas dan merasa cerpennya telah sempurna. Itu penyakit yang bisa membawa pada kemunduran.

Paragraf Pembuka

Di bawah ini saya tampilkan paragraf pembuka dari beberapa cerpen yang pernah saya buat:
1. Gadis itu selalu memanen senyuman, tawa, sapa, dan keramahan dirinya, keluarga, tetangga, dan setiap orang yang ditemuinya. Ia kadang heran, orang-orang gemar menyemainya namun jarang memanennya. (Cerpen "Gadis Pemanen Perasaan")
2. Gadis itu biasa menyapu halaman di pagi hari. Helai-helai daun selalu dibersihkannya. Halaman rumahnya merupakan tanah yang cukup luas. Aku melewati rumahnya setiap pagi saat berangkat bekerja. (Cerpen "Gadis Penyapu Halaman")
3. Suatu hari saat aku sedang di ruang tamu, datang seorang gadis cantik. Aku belum mengenal tamu itu. Siapa gerangan ia? Entahlah.
(Cerpen "Gadis yang Bertamu ke Rumahku)

Contoh-contoh di atas merupakan contoh paragraf pembuka dari saya. Contoh dari penulis cerpen lain bisa dilihat pada cerpen koran, majalah atau media lainnya.

Selamat menulis cerpen!


** Oleh : Agus Pribadi. Sumber : kompasiana.com

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Monday, January 9, 2012

Bakso Kampung

Ini adalah bakso favoritku. Dengan komposisi mie putih biasa disebut soun, kubis diiris-iris, tahu goreng, siomay yang dibungkus kubis(my fav, the most) dan pentol imut-imut yang harganya cuman 500rp per biji.

Dengan nominal hanya Rp. 3000,- , aku bisa mendapatkan paket komplit yang cukup mengenyangkan buatku. Bahkan kadang kalau ingin, bisa kutambahkan lontong di dalamnya. Dilengkapi dengan saos tomat, kecap dan sambal super pedas, terasa betul segarnya.

Oke..kita flashback ke....hmm..berapa tahun yang lalu ya? Saat itu kira-kira aku duduk di bangku sekolah dasar kelas 4. Aku melihat seorang tukang bakso mendorong gerobaknya. Di gerobaknya tertulis "Bakso Sederhana", ya..masih kuingat betul, itu yang menggugahku meminta ibuku membelikanku bakso itu.

Tahun pun berlalu, aku kini sudah di karuniahi 2 orang putri. Putri pertamaku sudah menginjak usia 4 tahun. Dan Bakso sederhana itu masih saja lewat di depan rumah ibuku. Namun kini nama bakso sederhana itu berganti panggilan. Kami biasa menamai bakso itu dengan nama penjualnya, yang berwajah tidak jauh beda seperti pertama aku melihatnya. Kami biasa menamainya "Bakso Cak Run". Entah, aku sendiri tidak ingat Run itu kependekan dari apa.

Bakso kampung, mungkin lebih tepat begitu sebutannya. Di saat begitu banyak macam bakso menawarkan beragam rasa dan harga, hanya bakso ini yang paling cocok dengan lidahku. Murah dan rasanya yang cukup lumayan serta siomay kubisnya yang jarang kutemukan di bakso lain, membuatku sering merindukan kuliner yang satu ini ketika harus meninggalkan kampung halamanku.

Kini, ketika bakso itu bisa kunikmati lagi dengan mudahnya, ingin kunikmati dengan nikmatnya. Semangkuk bakso sudah di hadapanku, so..kunikmati dulu bakso kampungku. Selamat makan ^_^

Wednesday, January 4, 2012

Dalam Sepertiga Malam

By Ida Silvia

Berjalan dalam semak penuh belukar. Menyanyi dengan sunyinya malam sepi. Berujar pada mentari tertutup awan menghitam.
Semua sudah terjajal, ketika rintangan membentang, jalan berliku penuh laku, terjal beraral..akupun terpuruk dalam sepertiga malam. Aku lelah dalam kelam. Hanya kepadaMu aku berserah.
Aku terpatri dalam hening, menyibak secercah cahayaMu..Dalam setiap kesunyian, Engkau ada. Dalam kesulitan, Engkau titipkan kemudahan. Dalam setiap tetes butiran air mata, Engkau tanamkan benih kekuatan.
Aku bersujud dalam tangisku, dalam sepiku, dalam beratnya langkah kakiku bersama sang waktu. Engkau selalu di dekatku. Mendekapku dengan penuh cinta dan kasihMu. Karena Mu lah Ya Robbi aku tegak berdiri hingga hari ini, menuntunku bersama keagunganMu yang Maha Agung.